Kisah-Cerita-Rakyat-Malin-Kundang.
Advertisements

infokekinian.net – Sejak kecil, tentu Anda sudah sering mendengar tentang kisah Malin Kundang. Malin Kundang merupakan kisah rakyat yang berasal dari pulau Sumatera, tepatnya dari Sumatera Barat. Untuk mengulang kembali ingatan Anda tentang cerita ini, berikut ini adalah kisah tentang Malin Kundang.

Baca Juga :KAMU PENGGEMAR ANIME? INILAH APLIKASI NONTON ANIME TERBAIK YANG WAJIB DI DOWNLOAD!

“Alkisah pada sebuah perkampungan nelayan, hiduplah seorang janda yang bernama Mande Rubayah. Mereka hidup di sebuah perkampungan yang bernama Pantai Air Manis. Mande Rubayah tidak hidup sendirian, ia tinggal bersama dengan seorang putranya yang bernama Malin Kundang. Mereka hanya tinggal berdua, sehingga mereka saling menyayangi satu sama lain. Malin Kundang bukanlah anak yang nakal. Ia adalah anak yang penurut, rajin dan suka membantu orang tuanya.

Untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mande Rubayah berjualan kue. Ia sudah tua, sehingga tidak mampu melakukan pekerjaan lainnya. Suatu ketika, Malin jatuh sakit yang sangat parah. Ia tidak kunjung sembuh, sehingga ibunya melakukan segala hal untuk menyelamatkannya. Untungnya, kondisi Malin segera membaik dan ia kembali sehat. Setelah Malin sembuh dari sakitnya, Mande Rubayah semakin menyayanginya.

Tahun demi tahun berlalu, Malin beranjak tumbuh menjadi dewasa. Melihat ibunya yang kesusahan, Malin meminta ijin untuk bisa merantau ke kota. Pada saat itu, sedang ada kapal besar yang singgah di Pantai Air Manis. Pada awalnya, ibunya tidak rela untuk melepaskan kepergian Malin. Meski demikian, Malin tetap berusaha meyakinkan ibunya. Ia mengatakan pada ibunya bahwa dia ingin mengubah nasibnya melalui merantau ke kota. Dengan berat hati, ibunya mengizinkan Malin untuk pergi.

Sebelum Malin benar-benar pergi, ia membawakan bekal berupa tujuh bungkus nasi. Ia berpesan padanya untuk memakan bekal tersebut selama perjalanan. Setelah menerima bekal dari ibunya, Malin segera pergi menuju ke perantauan.

Advertisements

Hari demi hari hingga tahun demi tahun telah berlalu. Setiap hari, tidak henti-hentinya ibu Mande Rubayah bertanya dalam diam dimanakah putranya. Ia selalu mendoakan agar putranya bisa sukses di perantauan dan segera kembali untuk hidup bersamanya. Saat ada kapal yang merapat ke pantai, Mande Rubayah tidak pernah absen untuk menanyakan apakah putranya ada dalam rombongan tersebut.

Ia selalu bertanya pada nahkoda kapal tersebut apakah anaknya membawa pesan atau kabar untuk dirinya. Sayangnya, tidak ada satupun pesan atau kabar tentang Malin. Nampaknya, usaha kerasnya membuahkan hasil. Ia mendengar kabar bahwa Malin sudah menikah dengan putri seorang bangsawan yang kaya raya. Gadis tersebut sangat cantik menurut para awak kapal.

Mande Rubayah sangat senang dengan kabar tersebut. Ia kembali berdoa supaya anaknya bisa kembali ke rumah dengan keadaan yang sehat. Sayang seribu sayang, keinginannya tidak terwujud. Malin tidak kunjung datang juga. Tetapi setelah beberapa lama, ada sebuah kapal megah yang merapat ke bibir pantai.

Tatapan semua orang tertuju pada pasangan di atas kapal yang menggunakan baju mewah. Mande Rubayah yakin bahwa pria itu adalah anaknya. Ia segera menghampiri anaknya, tetapi Malin menepisnya. Ia malu memiliki ibu yang miskin. Karena itulah ia mendorong ibunya dan mengatakan bahwa ia bukan anaknya. Mande Rubayah sangat kecewa, sehingga ia berdoa pada Tuhan untuk meminta keadilan.

Langit yang tadinya cerah berubah menjadi gelap. Sambaran petir mengenai kapal Malin dan mengubahnya menjadi batu. Hingga kini, ada sebuah batu yang memang mirip dengan tubuh Malin Kundang. Pesan moral dari cerita ini adalah kita tidak boleh menyakiti hati orang tua kita, karena bagaimanapun ia adalah orang yang membersarkan kita. “

Baca Juga :Dongeng Fabel Singa Dan Tikus, Yang Menginspirasi.

Advertisements